Navigasi

Anakon


BAB I
PENDAHULUAN


1.1   Pendahuluan
Bahasa merupakan cerminan jiwa. Dengan bahasa kita bisa mengkomunikasikan apa yang kita inginkan dengan orang lain dan sebaliknya. Kompleksitas bahasa ternyata tidak dengan mudahnya diperoleh seseorang. Ada proses yang mengikutinya, mulai dari kanak-kanak sampai dia memahami sendiri apa yang ada di dalam bahasa.
Seseorang sudah mengerti bahasa di mulai dari masa kanak-kanak, namun bahasa yang digunakan bukan bahasa yang benar secara gramatikal dan masa itu pun anak-anak hanya bisa menirukan apa yang dia dengan dari orang-orang di sekitarnya. Dengan bertambahnya usia, pemerolehan bahasa pun beralih menjadi pembelajaran bahasa. Hal ini ditandai dengan masa anak-anak mempelajari bahasa kedua secara formal di sekolah-sekolah. Dalam pembelajaran ini, anak-anak belajar bahasa dari orang lain, tidak hanya meniru.


1.2 Masalah
Pada makalah ini penulis akan meneliti kesalahan apa saja yang dilakukan oleh anak-anak ditinjau dari segi linguistiknya, penyebab kesalahan itu, dan kesalahan yang sering anak-anak lakukan dalam kegiatan berbahasa.

1.3 Tujuan
Adapun tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui mengatasi pemasalahan kesalahan berbahasa pada anak dengan melihat penyebabnya. Penelitian ini pun bertujuan sebagai salah satu tugas akhir dalam mata kuliah analisis kontrastif di Universitas PGRI Palembang.

BAB II
PEMBAHASAN



Pemerolehan bahasa kedua adalah aspek akulturisasi bahasa kedua itu, oleh karenanya sampai di mana tingkatan akulturisasi pembelajar terhadap bahasa target menentukan tingkat pemerolehan bahasa keduanya, Nurhadi (1990:200).
Pembelajar yang akrab dengan budaya dan anggota kelompok sosial bahasa target akan lebih berhasil PBK-nya daripada pembelajaran yang kurang akrab. Hal tersebut dikatakan Schuman dalam penelitiannya bahwa kesamaan lingkungan sosial bahasa pembelajar berkorelasi positif terhadap proses PBK.

Faktor-Faktor yang Berpengaruh dalam Pemerolehan Bahasa Kedua
Diberi kata pengantar……………………………………………...........
…………………………………………………………………………………..

Ellis, Nurhadi (1990:152) menggolongkan faktor-faktor pribadi dan faktor umum. Faktor umum pembelajar sebagai berikut : umur, bakat, atau inteligensi, kemampuan kognitif, sikap dan motivasi dan kepribadian. Faktor pribadi berpengaruh terhadap PBK, yaitu keaktifan kelas, sikap terhadap guru, dan materi pelajaran. Hal ini berpengaruh terhadap keberhasilan pembelajar dan teknik belajar pembelajar.

Menurut Schuman  mengatakan bahwa beberapa variabel penting dalam PBK adalah metode mengajar, umur, bakat, variabel afektif, yaitu sikap, motivasi, dan empati. Anak akan lebih mudah atau berhasil memperoleh bahasa sasaran jika didukung oleh cara mengajar yang sesuai dengan kepribadian anak, bakat, usia yang cukup matang, dengan sikap, motivasi, dan empati yang positif pada bahasa kedua itu sendiri.
Pada hipotesis analisis kontrastif dikemukakan bahwa pada pemerolehan bahasa kedua terjadi interferensi dari sistem bahasa pertama atau bahasa pembelajar pada sistem bahasa sasaran atau bahasa kedua.
Dalam pembelajaran bahasa kedua, proses pemerolehan bahasa pertama bagi pembelajar bahasa sama sekali tidak diperhitungkan. Proses pembelajaran bahasa kedua yang dikembangkan berdasarkan analisis konstraktif tidak memperhitungkan bahasa pertama pembelajar, maka hal ini amat berpengaruh terhadap metode dan teknik pembelajaran dan teknik pemerolehan bahasa kedua. Dengan demikian proses pembelajaran hanya dipusatkan pada bahasa kedua sebagai sasaran pembelajaran.
Teori pemerolehan bahasa kedua cenderung masih bersifat formal. Artinya pemerolehan bahasa kedua selalu dihubungkan dengan kajian-kajian formal atau transaksional, belum mengaitkan dengan kajian-kajian yang bersifat interaksional yang mengaji bahasa dalam hubungannya dengan pemakaian bahasa oleh pemiliknya. Kajian pemerolehan bahasa kedua dikaitkan dengan analisis bahasa dalam hubungannya dengan masyarakat pemakainya.

Beberapa pandangan Dasar Pemerolehan Bahasa Kedua
Telah lama para ahli pengajaran bahasa kedua percaya bahwa bahasa pertama atau bahasa yang diperoleh sebelumnya berpengaruh terhadap proses penguasaan bahasa kedua peserta didik (dalam Iskandarwassid,2009:95).
Hasil riset pengaruh bahasa pertama terhadap bahasa kedua adalah apa yang dikenal dengan sebagai hipotesis bahasa pertama dan bahasa kedua.  Selama dalam proses penguasaan bahasa kedua, bahasa pertama bermanfaat untuk mentransfer makna dari pengertian yang dikandung oleh masukan dari bahasa kedua sampai pada proses internalisasi atau pengendapan. Semakin peserta didik mampu menerjemahkan makna masukan yang diterima dengan bahasa pertama yang telah dimilikinya, semakin memungkinkan ia mengubah masukan bahasa itu menjadi penambahan kemampuan pada bahasa keduanya.
Pengaruh bahasa pertama terhadap proses belajar bahasa kedua juga dapat diamati dari apa yang kemudian terkenal dengan istilah bahasa antara atau interlanguage. Bahasa antara adalah suatu gejala pemakaian bahasa yang muncul akibat peserta didik belum sepenuhnya dapat meninggalkan kebiasaannya dalam berbahasa pertama, tetapi belum sepenuhnya menguasai bahasa kedua.
Ada beberapa pandangan yang menyatakan bahwa bahasa adalah hasil perilaku stimulus-respons. Setiap perilaku di dalam bahasa adalah akibat adanya stimulus. Dengan demikian, apabila peserta didik ingin memproduksi ujaran, ia harus memperbanyak penerimaan stimulus. Oleh karena itu, peran lingkungan sebagai sumbernya stimulus menjadi dominan dan sangat penting artinya di dalam membantu proses pemerolehan bahasa, baik untuk pemerolehan bahasa pertama maupun bahasa kedua (dalam Iskandarwassid.2009:87).

Selama peserta didik belum mendapat stimulus, ia tidak akan mengadakan aktivitas respons. Selama pembelajaran bahasa atau peserta didik belum mendapat stimulus bahasa pertama, selama itu pula ia tidak akan dapat mengadakan aktivitas respons tentang bahasa pertama demikian pula halnya dalam belajar bahasa kedua.
Dengan demikian bahasa pertama berpengangaruh terhadap bahasa kedua dipelajari oleh seseorang setelah ia menguasai bahasa pertama.
Lado, Iskandarwassid (2009:88) dalam teorinya mengatakan bahwa pemerolehan bahasa kedua sedikit banyak keberhasilannya ditentukan oleh bahasa sebelumnya yang dikuasai oleh peserta didik. Menurut pandangan ini berbahasa kedua adalah proses transferisasi. Misalnya, jika struktur bahasa yang dipelajari memiliki kesamaan dengan struktur bahasa yang dikuasai peserta didik, maka terjadilah kemudahan dalam proses belajarnya.
Robert Lado (dalam Sanga,2008:3) menjelaskan bahwa berdasarkan kemiripan dan perbedaan antara B1 dengan B2 maka tingkat kesulitan belajar siswa dapat dikelompokkan atas dua yakni: (1) sulit, (2) mudah. Bertolak dari kesulitan, Carl James mencatat pendapat Stockwell dkk. membicarakan dua kesulitan utama yakni kesulitan dalam bidang fonologi dan kesulitan dalam bidang struktur. Taraf kesulitan itu didasarkan atas tiga macam hubungan antara B1 dengan B2:
(1) B1 mempunyai kaidah dan B2 mempunyai padanan;

(2) B1 mempunyai kaidah tetapi B2 tidak mempunyai padanan

(3) B2 mempunyai kaidah dan tak ada padanan dalam B1

Berkaitan dengan pemerolehan bahasa kedua, Ellis dan Hamied (dalam Nurhadi,1990: 217) mengemukakan tiga pandangan, yaitu behavioristik, nativisme (mentalis), dan interaksionis. Pandangan behavioristik beranggapan bahwa pembelajar sebagai mesin yang memproduksi bahasa, dan lingkungan linguistic dipandang sebagai faktor penentu yang sangat penting. Teori ini memerikan tingkah laku pelajar dengan mengunakan prinsip stimulus-respons.
Pandangan mentalis beranggapan bahwa pembelajar sebagai a grand initiator, sedangkan input dipandang sebagai picu yang dapat mengaktifkan mekanisme internal sudah ada pada setiap pembelajar bahasa (LAD) atau universal grammar. Pandangan interaksionis merupakan pandangan yang berusaha memadukan antara pandangan behavioristik dan, entails. Pandangan tersebut menyatakan bahwa faktor mekanisme internal pembelajar dan faktor linguistik sama-sama penting dalam pemerolehan bahasa kedua.
Teori yang membahas tentang proses pemerolehan bahasa, yaitu teori mekanis, yang menyakini bahwa yang dilakukan oleh anak dalam meniru merupakan proses belajar yang paling utama dalam mempelajari berbagai kemampuan, termasuk kemampuan berbahasa. Dengan menirukan ucapan yang didengar sebagai rangsangan, kemudian mendapatkan penguatan dan memberikan respons dengan benar secara berulang-ulang anak akan mampu berbahasa tepat sama dengan contoh yang diberikan oleh orang dewasa.
Ada beberapa pandangan yang menyatakan bahwa bahasa adalah hasil perilaku stimulus-respon. Setiap perilaku di dalam bahasa adalah akibat dari stimulus. Dengan demikian, apabila peserta didik ingin memperoduksi ujaran, ia harus memperbanyak penerimaan stimulus.
Pemerolehan bahasa kedua sedikit banyak dipengaruhi oleh bahasa yang telah dikuasai sebelumnya oleh peserta didik. Pengajaran bahasa kedua di Indonesia secara formal ketika anak memasuki pendidikan dasar, dan ketika anak memasuki pendidikan menengah pada usia sekitar 13 tahun untuk bahasa asing, atau di daerah perkotaan dimulai pada usia 6-8 tahun.
Para penganjur pendekatan linguistik kontrastif berpendirian bahwa penguasaan suatu bahasa tidak lain dari pembentukan kebiasaan-kebiasaan. Kebiasaan itu berasal dari proses peniruan dalam masyarakat.
Kesalahan yang dibuat oleh siswa pada saat mempelajari atau menggunakan B2 menarik perhatian para ahli, terutama para ahli yang bergerak dalam bidang pengajaran bahasa. Oleh karena itu tidak mengherankan jika banyak buku yang  ditulis untuk memperkenalkan pendekatan baru dalam pengajaran bahasa.  Pendekatan yang dimaksud adalah pendekatan analisis kesalahan berbahasa dan analisis kontrastif.
Berdasarkan kenyataan menunjukkan bahwa orang Indonesia umumnya dan para siswa khususnya tergolong dwibahasawan. Bahasa Indonesia dianggap sebagai B2 bagi sebagian besar rakyat Indonesia. Pengajaran bahasa Indonesia dimulai sejak taman kanak-kanak. Ini berarti bahwa pembinaan bahasa telah dimulai sejak dini. Namun ternyata masih terdapat banyak kesalahan dan persoalan dalam berbahasa Indonesia.
Persoalan kebahasaan yang dihadapi dalam pengajaran bahasa Indonesia ialah adanya pengaruh Bl (bahasa daerah atau bahasa ibu) terhadap B2 (bahasa Indonesia atau bahasa yang dipelajari). Pengaruh itu ada yang berkaitan dengan tata bunyi, tata bentuk kata, dan ada pula yang berhubungan dengan tata kalimat. Persoalan yang muncul bagaimana seorang guru bahasa dapat memberantas atau mengurangai pengaruh Bl terhadap bahasa yang sedang dipelajari para siswa? Salah satu cara yang diajukan melalui analisis kontrastif.
Guru sering menghadapi kesulitan dalam mengajarkan B2 kepada para siswanya. Untuk itu guru harus mengenal analisis kontrastif. Analisis ini dapat membantu guru bahasa menolong dan sekaligus memperbaiki kesalahan siswa. Dengan demikian para siswa dapat segera menguasai bahasa sasaran (B2) yang dipelajari.
Analisis kontrastif sebagai suatu pendekatan pengajaran bahasa mengasumsikan bahwa Bl mempengaruhi siswa ketika mempelajari B2. Pengaruh Bl sering kita dengar atau bahkan kita alami sendiri ketika belajar atau menggunakan B2. Kadang-kadang kata-kata tertentu atau konstruksi Bl mempengaruhi secara tidak disadari. Bahkan dengan mendengarkan pembicaraan orang, kita dapat menebak daerah asal si pembicara. Pengaruh yang dimaksud dapat terjadi pada ujaran bahasa, pilihan kata atau struktur kalimat.
Dikatakan demikian karena perbedaan dan persamaan antara dua bahasa merupakan suatu realita. Sedangkan kesalahan berbahasa, baik pada bahasa pertama (B1) atau bahasa kedua (B2) merupakan suatu fenomena empirik yang selalu ditemukan dalam masyarakat. Kedua konsep itu masing-masing mempunyai karakter objek material yang berbeda. Oleh sebab itu, dapat digunakan masing-masing sesuai kebutuhan. Atau dapat pula digunakan secara terpadu demi kepentingan atau maksud dan tujuan tertentu.
Menurut Richards (dalam Nurhadi,1990:28) mengatakan bahwa ada tiga jenis kesalahan yang biasa terjadi dalam pemerolehan bahasa kedua. Ketiga jenis itu adalah kesalahan interferensi, kesalahan intralingual, dan kesalahan developmental. Kesalahan interferensi merupakan kesalahan yang disebabkan oleh interferensi bahasa ibu pembelajar. Kesalahan intralingual dan depelopmental mencerminkan kompetensi pembelajar pada tingkat tertentu dan menggambarkan ciri umum pemerolehan bahasa.

Kesalahan intralingual mencerminkan ciri umum belajar aturan, seperti generalisasi yang salah, penggunaan aturan yang tidak lengkap, dan kegagalan mempelajari syarat-syarat penggunaan aturan. Kesalahan developmental menggambarkan usaha pembelajar membangun hipotesis tentang bahasa kedua yang dipelajari berdasarkan pengalaman tertentu.
Analisis kontrastif dapat memprediksi kemungkinan terjadinya kesulitan ataupun kemudahan pada diri pembelajar bahasa dalam memperoleh bahasa kedua (dalam Nurhadi,1990:36). Langkah-langkah yang dilakukan oleh teori analisis kontrastif agar dapat menentukan pola kesulitan dan pola kemudahan pada diri pembelajar bahasa ialah sebagai berikut
a.       Deskripsi sistem bahasa pertama maupun bahasa kedua
b.      Seleksi butir-butir, kaidah, dan bentuk-bentuk yang dapat diperbandingkan antara bahasa pertama dan kedua.
c.       Kontras dalam arti membuat peta-sistem kebahasaan dari yang umum sampai ke hal yang khusus, yang tentu saja akan menunjukkan perbedaan dan persamaan masing-masing unsur yang dikontraskan.
d.      Memprediksi kesalahan atau kesulitan berdasarkan tiga langkah yang pertama
Manusia dapat memperoleh bahasa bersumber pada kemampuan yang ada pada dirinya. Manusia sebagai pembelajar bahasa dapat mengembangkan kemampuan berbahasa melalui pemerolehan dan pembelajaran bahasa.
Pemerolehan bahasa berlangsung secara alamiah, tetapi kadang harus diperoleh dengan cara pembelajaran. Bahasa kedua diperoleh pembelajar sejalan atau sama dengan pemerolehan bahasa pertama.
Pembelajar bahasa kedua harus dikenalkan tingkat-tingkat gaya yang ada pada bahasa sasaran. Bahasa sebagai alat komunikasi mempunyai tingkat gaya, yaitu tingkat akrab, bahasa sehari-hari, bahasa konsultif, bahasa formal, dan bahasa baku, Nurhadi (1990.41).
Studi empiris menunjukkan bahwa tidaklah selalu benar bahwa perbedaan-perbedaan bahasa pertama dan kedua menimbulkan kesalahan transfer. Tidak benar pula bahwa bahasa pertama satu-satunya sumber kesalahan bahasa target yang sering dikatakan oleh pendukung analisis kontrastif , Nurhadi (1990:45).
Kesalahan transfer bahasa pertama ke dalam bahasa kedua berdasarkan hasil penelitian sebanyak tujuh penelitian menunjukkan angka rata-rata 33% (dalam Nurhadi,1990:45). Ini merupakan bukti empiris bahwa tidak semua kesalahan yang ada pada bahasa kedua sebagai akibat adanya transfer bahasa pertama.
Pemerolehan bahasa kedua berlangsung sesudah seseorang menguasai bahasa pertama. Dilihat dari seting pemerolehannya ada dua tipe pemerolehan bahasa kedua, yaitu tipe naturalistik dan tipe dalam kelas yang bersifat formal. Tipe naturalistik berlangsung secara alamiah dalam situasi yang informal sebagaimana layaknya terjadi pada anak-anak dalam proses pemerolehan bahasa pertamanya. Tipe formal terjadi di dalam kelas. Ciri keformalannya ditandai dengan adanya pengajar, pembelajar, silabus, materi, tujuan, dan transformasi institusional, dan evaluasi.
Orang belajar bahasa kedua akan berusaha untuk menguasai atau memperoleh kecakapan menggunakan pola-pola ekspresi dan isi bahasa kedua. Pembelajar bahasa kedua akan berusaha menguasai kaidah-kaidah bahasa target sebagaimana penutur aslinya.
Menurut Krashen orang dewasa mempunyai dua macam cara untuk memperoleh bahasa kedua atau bahasa target, yaitu melalui pemerolehan dan pembelajaran (dalam Nurhadi,1990:18). Pemerolehan dapat terjadi dalam pergaulan karena bahasa target dipakai sebagai alat komunikasi. Jadi, yang terpenting dalam proses ini adalah lingkungan bahasa. Pemerolehan bahasa dengan cara ini secara tidak disadari atau di bawah sadar bahwa seorang telah terlibat dengan pemerolehan bahasa ibu yang terjadi di kalangan anak-anak.
Menurut Krashen, pemerolehan bahasa kedua tidak dapat dilaksanakan dalam situasi formal. Pemerolehan ini hanya dapat dicapai dengan menggunakan bahasa target dalam komunikasi.

Hipotesis Urutan Alamiah
Prinsip hipotesis ini bahwa gramatikal bahasa target diperoleh dalam urutan yang dapat diprediksi. Artinya, hipotesis urutan alamiah tidak menyatakan bahwa setiap penerima akan menerima struktur gramatikal dalama urutan tepat sama bahkan struktur-struktur tertentu cenderung diperoleh lebih cepat atau lebih lambat.

Hipotesis Monitor
Hipotesis ini menyatakan bahwa hasil dari belajar dengan sadar hanya berguna untuk kebutuhan monitor, dengan memperhatikan hal-hal berikut :pembicara (pelaku) harus memiliki cukup waktu untuk mengulangi percakapan dan memikirkan kaidah, pembicara harus memikirkan unsur-unsur yang benar, bentuk, dan pesan yang diinformasikan, serta pembicara harus mengetahui kaidah. Menurut teori ini, pengetahuan kita tentang B2 hampir-hampir tidak bisa membantu kita dalam menggunakan B2 untuk komunikasi.
Hipotesis Input
Menurut hipotesis ini, kita memperoleh bahasa apabila input yang diterima lebih besar daripada yang kita miliki.

Hipotesis Filter Afektif
Hipotesis ini mengatakan bahwa variabel sikap memegang peranan penting dalam pemerolehan bahasa kedua, tetapi tidak perlu untuk pembelajaran bahasa.
Pemerolehan bahasa kedua dapat terjadi dengan bermacam-macam cara, pada tingkat kebahasaan yang berlainan. Berdasarkan fakta ini, pemerolehan bahasa dibagi menjadi dua (dalam Nurhadi,1990:98), yaitu terpimpin dan alamiah, sedangkan Rod Ellis menggolongkannya menjadi pemerolehan bahasa kedua lingkungan dalam alamiah dan pemerolehan bahasa dalam lingkungan kelas.
Dalam pemerolehan bahasa kedua lingkungan alamiah, pembelajar mendapat masukan dalam bahasa penutur asing dan pemakaian bahasa pembelajar sendiri dalam konteks wacana, sedangkan dalam pemerolehan bahasa kedua lingkungan kelas, pembelajar akan mendapatkan masukan dari bahasa guru dan bahasa pembelajar.

Perbedaan Pemerolehan Bahasa Pertama dan Kedua
Menurut teori mekanis bahwa yang dilakukan oleh anak dalam meniru merupakan proses belajar yang paling utama dalam mempelajari berbagai kemampuan, termasuk kemampuan berbahasa. Dengan menirukan ucapan yang didengar sebagai rangsangan, kemudian penguatan dan memberikan respons yang benar secara berulang-ulang anak akan mampu berbahasa tepat sama dengan contoh yang diberikan oleh orang dewasa, Nurhadi (1990:209).
Menurut teori ilmu bahasa transformasi generatif, bahasa merupakan sistem kaidah. Anak mampu memahami kaidah dan anak akan membuat kesalahan-kesalahan sebelum berhasil menguasai bahasa itu dengan baik.
Teori kognitif beranggapan bahwa penyusunan tata bahasa melalui pengujian-pengujian hipotesis berkembang dari ucapan-ucapan sederhana menuju kalimat-kalimat yang lebih kompleks sesuai dengan perkembangan anak. Perkembangan tata bahasa anak semakin mendekati acuan tata bahasa yang lazim digunakan. Untuk mempelajari bahasa ibunya, anak mempunyai cara memperoleh bahasa dengan berdasarkan data primer sebagai input yang diterima dari lingkungannya.
Terdapat perbedaan yang amat penting antara cara-cara belajar (pengajaran) bahasa kedua dan pemerolehan bahasa secara alamiah. Dalam suatu pengajaran, pada minggu-minggu pertama, pembelajar dipaksa mempelajari struktur-struktur sintaksis yang pada taraf perkembangan pemerolehan bahasa secara naturalistik belum saatnya muncul. Dalam situasi seperti ini, dapat terjadi dua hal. Yang pertama adalah pembelajar menggunakan strategi universal pemerolehan bahasa untuk mengatasi ketidakmengertiannya akan bahasa kedua yang dipelajari. Penggunaan strategi ini menghasilkan bentuk-bentuk yang sama dengan bentuk-bentuk yang dihasilkan oleh anak-anak yang memperoleh bahasa kedua secara alamiah.









DAFTAR PUSTAKA





Iskandarwassid dan Dadang Suhendar. 2009. Strategi Pembelajaran Bahasa.
           Bandung: Rosda Karya.

Nurhadi dan Roekhan.1990. Dimensi-Dimensi dalam Belajar Bahasa Kedua.
Bandung: Sinar Baru.

Sanga,Felysianus.2008. Analisis Kontrastif  Mengatasi Kesulitan Guru Bahasa di 
Provinsi Nusa Tenggara Timur. Melalui.  


Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Terima kasih telah berkunjung. Silakan berikan pendapatmu disini ya ^^

Fazzio di Hati, Keunggulannya Tidak Diragukan Lagi

Motor bukan lagi tentang seseorang itu memiliki uang atau tidak. Memiliki motor  sudah menjadi kebutuhan siapa saja pada masa kini, terutama...