Navigasi

Morfologi, ga lengkap

BAB I
PENDAHULUAN


Dalam berbahasa, kita sebagai pengguna bahasa tidak terlepas dari kajian fonologi, morfologi, sintaksis, dan leksikal. Penggunaan kata-kata dalam berbahasa adalah sesuatu yang penting untuk dipelajari. Morfologi adalah bagian dari ilmu bahasa yang membicarakan seluk-beluk bentuk kata serta pengaruh perubahan-perubahan bentuk kata terhadap golongan dan arti kata; atau: morfologi mempelajari seluk-beluk bentuk kata serta fungsi perubahan-perubahan bentuk kata itu, baik fungsi gramatik maupun fungsi semantik (dalam Ramlan,1983:16-17).
Morfologi merupakan ilmu yang mengkaji pembentukan kata-kata. Seluruh elemen berbahasa dipengaruhi oleh ilmu ini. Ketika kita hendak mengkomunikasikan sesuatu kepada orang lain, penggunaan kata-kata yang tepat akan mudah dimengerti sehingga akan terjadi kemudahan dalam memberi pemahaman pada apa yang akan disampaikan.
Kajian morfologi kali ini adalah kajian yang memuat analisis terhadap artikel dari Harian Umum Sumatera Ekspres pada tanggal 2 Juni 2010, yang berjudul Agatha Bikin Lubang Tanpa Dasar.
Dengan mengkaji bagian morfologi dari artikel tersebut, kita dapat lebih  memahami morfologi dan bisa mengaplikasikan pemahaman kita kepada anak didik kita sehingga kesalahan yang pernah terjadi tidak akan terjadi lagi.




BAB II
PEMBAHASAN


2. 1 Pengertian Morfologi
Morfologi adalah bagian dari ilmu bahasa yang membicarakan seluk-beluk bentuk kata serta pengaruh perubahan-perubahan bentuk kata terhadap golongan dan arti kata; atau: morfologi mempelajari seluk-beluk bentuk kata serta fungsi perubahan-perubahan bentuk kata itu, baik fungsi gramatik maupun fungsi semantik (Ramlan,1983:16-17).
Morfologi atau morfemik adalah telaah morfem. Morfologi dapat dibagi menjadi dua tipe analisis, yaitu :
1. Morfologi Sinkronik
Marfologi sinkronik adalah morfem-morfem dalam satu cakupan waktu tertentu, baik waktu lalu maupun waktu kini. Pada hakikatnya, morfologi ini mempertanyakan apa-apa yang merupakan komponen leksikal dan sintaktik kata-kata, dan bagaimana caranya komponen-komponen tersebut menambahkan, mengurangi, atau mengatur kembali dirinya di dalam berbagai konteks.
Yang menjadi garapan morfologi sinkronik ini adalah morfem leksikal dan sintaktik, morfem bebas dan terikat, dan morfem dasar dan imbuhan.

2. Morfologi Diakronik
Morfologi diakronik menelaah asal-usul kata dan mempermasalahkan mengapa misalnya pemakaian kata kini berbeda dengan pemakaian kata masa lalu. Yang menjadi garapan morfologi diakronik ini adalah:
a.       Aneka proses etimologis (analogi, pemajemukan, reduplikasi, derivasi, formasi surut, kreasi dasar, dan penyingkatan).
b.      Aneka arah perubahan etimologis (deteriorasi, elevasi, spesialisasi,  kongkretisasi, ekstensi, metaforisasi, dan radiasi).

2.2 Morfem

Morfem ialah unit terkecil yang menjadi unsur perkataan. Sekiranya kata tidak boleh dipecahkan kepada unit bermakna atau yang lebih kecil, maka kata-kata ini terdiri daripada satu unit atau satu morfem. Misalnya minum. Minum tidak akan berfungsi dan memberi makna jika dipecahkan kepada mi dan num. Sebaliknya, kata diminum boleh dipecahkan kepada dua morfem, yaitu di dan minum. Kesimpulannya, perkataan boleh terdiri daripada beberapa morfem.
Morfem adalah satuan gramatik yang paling kecil; satuan gramatik yang tidak mempunyai satuan lain sebagai unsurnya. Morfem adalah unsur terkecil yang secara individual mengandung pengertian dalam ujaran suatu bahasa
Banyak morfem yang hanya mempunyai satu struktur fonologik, misalnya morfem baca, yang fonem-fonemnya, banyak fonem serta urutan fonemnya selalu demikian, ialah terdiri dari empat fonem, ialah /b,a,c,a/ dengan urutan fonem: /b/ dimuka sekali, diikuti /a/, diikuti /c/, diikuti /a/. Disamping itu ada pula morfem yang mempunyai beberapa struktur fonologik, misalnya morfem meN- yang mempunyai struktur fonologik mem-, men-, meny-, meng-, menge-, dan me-, misalnya pada membawa, mendatang, menyuruh, menggali, mengebom, dan melerai. Bentuk-bentuk mem-, men-, meny-, meng-, menge-, dan me- sebagai alomorfnya.

Morfem dapat dibagi kepada dua jenis seperti berikut:

Morfem bebas
Ø Dapat berdiri sendiri, misalnya, minum, cuti, sekolah, periksa
Ø mempunyai makna sendiri           
Ø Bentuk imbuhan, misalnya, mem, per, kan, ber
Ø Tidak mempunyai makna, tapi mempunyai fungsi tatabahasa. Boleh mengubah makna sesuatu kata, dan seterusnya makna ayat.

Morfem terikat/imbuhan pula boleh dibagi seperti berikut:
Demikian pula halnya morf-morf  ber-, be-, bel- merupakan alomorf dari morfem ber-, dalam contoh: berdagang, berjanji, berternak, bekerja, belajar. Morf- morf yang beraneka ragam yang mewakili satu morfem disebut alomorf.





PROSES MORFOFONEMIK
Morfofonemik (morfofonologi) adalah ilmu yang menelaah morfofonem (morfonem). Morfofonologi adalah telaah umum mengenai bidang kebersamaan antara bunyi dan bentuk kata. Dalam morfofonologi kita tidak menelaah bunyi tunggal beserta varian-variannya saja, tetapi justru menelaah bunyi-bunyi rangkap beserta varian-variannya (Heatherington;1980:47).
Morfofonemik mempelajari perubahan fonem yang timbul akibat pertemuan morfem dengan morfem lain (Ramlan:1983:73). Morfofonemik mempelajari perubahan-perubahan fonem yang timbul sebagai akibat pertemuan morfem dengan morfem lain. Morfem ber-, misalnya terdiri dari tiga fonem, ialah /b,ə, r/. Kata melerai terdiri dari dua morfem meN- dan morfem lerai. Dalam bahasa Indonesia sedikitnya ada tiga proses morfofonemik, yaitu:

1. Proses Perubahan Fonem
Proses perubahan fonem, misalnya terjadi sebagai akibat pertemuan morfem meN- dan peN- dengan bentuk dasarnya. Fonem /N/ pada kedua morfem itu berubah menjadi /m,n, n, n/, hingga morfem meN- berubah menjadi mem-, men-, meny-, dan meng-, dan morfem peN- berubah menjadi pem-, pen-, peny-, dan peng-. Perubahan-perubahan itu tergantung pada kondisi bentuk dasar yang mengikutinya.
1. Fonem /N/ pada morfem meN- dan peN- berubah menjadi fonem /m/ apabila bentuk dasar yang mengikutinya berawalan dengan /p,b, f/v/, misalnya:
PeN- + perintah à pemerintah
peN- + padam à pemadam
MeN- + beri + -kan à memberikan

2. Fonem /N/ pada meN- dan peN- berubah menjadi fonem /n/ apabila bentuk dasar yang mengikutinya berawal dengan fonem /t,d,s,c/. Fonem /s/ disini hanya khusus bagi beberapa bentuk dasar yang berasal dari bahasa asing yang masih mempertahankan keasingannya, misalnya di dalam artikel :
meN- + toreh + -kan à menorehkan
meN- + telan à menelan
MeN- + dekat + -i à mendekati
meN- tewas + -kan à menewaskan
peN- + selamat à penyelamat

3. Fonem /N/ pada morfem menN- dan peN- berubah menjadi /n/ apabila bentuk dasar yang mengikutinya berawal dengan /s,s/c/j/, misalnya :
peN- + jaga à penjaga
meN- + jadi à menjadi

4. Fonem /N/ pada meN- dan peN- berubah menjadi /ŋ/ apabila bentuk dasar yang mengikutinya berawal dengan fonem /k,g,x,h, dan vokal/, misalnya:
meN- + gali à menggali
Di samping proses perubahan, pada kata-kata itu terjadi juga proses penambahan, ialah penambahan fonem /ə/. Fonem /r/ pada morfem ber- dan per- mengalami perubahan menjadi /l/ sebagai akibat pertemuan morfem tersebut dengan bentuk dasarnya yang berupa morfem ajar:
ber- + ajar à belajar
per- + ajar à pelajar

2. PROSES PENAMBAHAN FONEM
Proses penambahan fonem antara lain terjadi sebagai akibat pertemuan morfem meN- dengan bentuk dasarnya yang terdiri dari satu suku. Fonem tambahannya adalah /ə/ sehingga meN- berubah menjadi menge-.Misalnya :
meN- + bom à mengebom
meN- +cat à mengecat
Proses penambahan fonem /ə/ terjadi juga sebagai akibat pertemuan morfem peN- dengan bentuk dasarnya yang terdiri dari satu suku sehingga morfem peN- berubah menjadi penge-. Misalnya :
peN- + bom à pengebom
peN + cat à pengecat
Akibat pertemuan morfem –an, ke-an, peN-an dengan bentuk dasarnya, terjadi penambahan fonem /?/ apabila bentuk dasar itu berakhir dengan vocal /a/, penambahan /w/ apabila bentuk dasar itu berakhiran dengan /u,o, aw/, dan terjadi penambahan /y/ apabila bentuk dasar itu berakhir dengan  i,ay/. Misalnya :
-an + hari à harian/hariyyan/
-an + terka à terkaan/terka?an/
ke-an + lestari à kelestarian/ kələstariyan/
per-an + hati à perhatian/pərhatiyyan/
peN-an + cuci à pencuci/pəncuciyan/

PROSES PENGHILANGAN FONEM
Proses hilangnya fonem /N/ pada meN- dan peN- terjadi sebagai akibat pertemuan morfem meN- dan peN- dengan bentuk dasar yang berawalan dengan fonem /l,r, y,w, dan nasal/. Misalnya :
MeN- + lintas à melintas
Fonem /r/ pada morfem ber-, per-, dan ter- hilang sebagai akibat pertemuan morfem-morfem itu dengan bentuk dasar yang berawalan dengan fonem /r/ dan bentuk dasar yang suku pertamanya berakhiran /ər/. Misalnya :
Ber- + serta à beserta
Per- + ramping à peramping
Ter- + rekam à terekam
Fonem-fonem /p,t,s, k/ pada awal morfem hilang akibat pertemuan morfem meN- dan peN- dengan bentuk dasar yang berawal dengan fonem-fonem itu. Misalnya :
MeN- + toreh + -kan à menorehkan
PeN- + tugas à petugas
PeN- + perintah à pemerintah
PeN- + selamat à penyelamat



AFIKSASI
Afiksasi (pengimbuhan) adalah proses pembentukan kata dengan membubuhkan afiks (imbuhan) pada bentuk dasar, baik bentuk dasar tunggal maupun kompleks. Dalam pembentukan kata dengan afiksasi, afikslah yang menjadi dasar untuk pembentukan kata. Afiks adalah bentuk linguistik pada suatu kata yang merupakan unsur langsung dan bukan kata atau pokok kata, yang memiliki kemampuan melekat pada bentuk-bentuk lain untuk membentuk kata atau pokok atau baru.
Afiks merupakan bentuk terikat yang dapat ditambahkan pada awal, akhir, atau tengah kata (Richard,1992). Ahli lain berkata, afiks adalah bentuk terikat yang jika ditambahkan pada bentuk lain akan mengubah makna gramatikalnya (Kidalaksana,1993).
Hal lain yang perlu dicatat dalam afiksasi adalah proses pembubuhan afiks mengakibatkan bentuk dasar (1) mengalami perubahan bentuk, (2) menjadi kategori tertentu sehingga berstatus kata berganti kategori, (3) berubah makna. Misalnya, bentuk makan setelah mendapat afiks –an menjadi makanan, kategori kata dari bentuk verba menjadi bentuk nomina, dan perubahan makna, yaitu dari melakukan kegiatan memasukan sesuatu ke dalam mulut, menjadi sesuatu yang dapat dimakan.

Jenis-Jenis Afiks Bahasa Indonesia
Afiks dapat dibagi secara formal menjadi tiga kelas utama sesuai dengan posisi yang didudukinya dalam hubungan dengan morfem dasar, yaitu prefiks, infiks, dan sufiks. Jenis-jenis afiks itu adalah sebagai berikut
1. Prefiks (awalan), yaitu afiks yang diletakkan di depan bentuk dasar
    Contohnya : meN-, ber-, ter-, pe-, per-, se-.
2. Infiks (sisipan), yaitu afiks yang diletakkan di dalam bentuk dasar.
    Contoh : -el-, -er-, -em-, dan –in-.
3. Sufiks (akhiran), yaitu afiks yang diletakkan di belakang bentuk dasar.
    Contoh : -an, -kan, -i.
4. Simulfiks, yaitu afiks yang dimanifestasikan dengan ciri-ciri segmental yang dileburkan pada bentuk dasar. Dalam bahasa Indonesia, simulfiks dimanifestasikan dengan masalisasi dari fonem pertama suatu bentuk dasar dan fungsinya ialah membentuk verba atau memverbakan nomina, ajektiva, atau kelas kata lain. Contoh, kopi menjadi ngopi, soto menjadi nyoto, sate menjadi nyate, dll.
5. Konfiks, yaitu afiks yang terdiri atas dua unsure, yaitu di depan dan di belakang bentuk dasar. Konfiks berfungsi sebagai satu morfem terbagi. Konfiks harus dibedakan dengan kombinasi afiks (imbuhan gabung). Konfiks adalah satu morfem dengan satu makna gramatikal, sedangkan imbuhan gabungan adalah gabungan dari beberapa morfem.
Greenberg menggunakan istilah ambifiks untuk konfiks. Istilah lain untuk gejala tersebut adalah sirkumfiks. Istilah dan konsep lama dikenal dalam linguistic dan pernah dikenalkan oleh Knbloch (1961) dan Akhmanova (1966) dalam Putrayasa (1998). Contoh konfiks dalan bahasa Indonesia adalah ke-an,peN-an, per-an, dan ber-an.
6. Imbuhan gabungan (kombinasi afiks), yaitu kombinasi dari dua afiks atau lebih yang bergabung dengan bentuk dasar. Contoh kombinasi afiks dalam bahasa Indonesia adalah meN-kan, men-I, memper-kan, memper-I, ber-kan, ter-kan, per-kan, peN-an, dan se-nya.
7. Suprafiks (superfiks) adalah afiks yang dimanifestasikan dengan cirri-ciri suprasegmental atau afiks yang berhubungan dengan morfem suprasegmental. Suprafiks ini dapat kita jumpai dalam bahasa Batak, misalnya kata guru (nomina) dengan tekanan pada kata guru dan guru (ajektiva) dengan tekanan pada kata ru. Tekanan yang diberikan tersebut berupa suprafiks.
8. Interfiks, yatiu jenis afiks yang muncul di antara dua unsure. Dalam bahasa Indonesia, interfiks terdapat pada kata-kata bentukan baru, misalnya interfiks –n- dan –o- pada gabungan Indonesia dan logi menjadi Indonesianologi; jawa dan logi menjadi jawanologi.
9. Transfiks, yaitu jenis afiks yang menyebabkan bentuk dasar menjadi terbagi. Bentuk tersebut terdapat pada bahasa-bahasa Afro-Asiatika, antara lain bahasa Arab. Misalnya, akar tb dapat diberi transfiks a-a,l-a,a-l, dan lain sebagainya menjadi katab (ia menulis), kitab (buku), katib (penulis), dan sebagainya.
Berdasarkan asalnya, afiks dalam bahasa Indonesia dapat dikelompokkan menjadi dua jenis :
  1. Afiks asli, yaitu afiks yang bersumber dari bahasa Indonesia. Misalnya, meN-, ber-, ter-, -el-, -em-, -er-, -i, -kan, dan lain-lain.
  2. Afiks serapan, yatiu afiks yang bersumber dari bahasa asing ataupun bahasa daerah. Misalnya, -man, -wan, -isme, -isasi, pra-, wati-, -is, -wi dan lain-lain.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Terima kasih telah berkunjung. Silakan berikan pendapatmu disini ya ^^

Surat Cintaku Untukmu, Wahai Diri

  Foto oleh John-Mark/pexels.com Untukmu diriku di Bumi Allah Dear diriku, Apa kabarmu, wahai diriku? Apakah kau masih setia kepadaku? Apaka...