Navigasi

Ramadan Tiba, Si Bungsuku Mulai Berpuasa

Menunggu buka dengan menghafal


Ramadan tiba ... Ramadan tiba ...

Besok puasa!


Kalimat senada seperti itu diucapkan oleh para bocah saat saya katakan kalau besok, tanggal 12 Maret 2024 akan mulai berpuasa. Masya Allah, mereka menyambutnya dengan wajah gembira. Si bungsu pun tak ketinggalan.


Tahun ini tahun pertama si bungsu belajar berpuasa. Saya pikir tahun ini tekadnya untuk berpuasa seperti kedua saudaranya mulai muncul. Dibandingkan dengan kedua saudaranya yang belajar puasa pada usia 5 tahun, si bungsu termasuk telat dalam belajar berpuasa sampai usianya 6 tahun seperti saat ini.

Tahun lalu, meskipun sudah diajak ikut sahur dan berbuka, keinginannya untuk berpuasa belum muncul. Nanti pagi sahur, eh, jam 10 pagi sudah minta camilan. Rutinitas harian dilakukan seperti itu sampai sore. Tahun ini berbeda, si bungsu benar-benar berusaha untuk belajar berpuasa.


Sebelum berpuasa dia selalu bertanya-tanya seperti ini.

"Kapan nih kita puasa, Mi?"

"Boleh nanti Adek puasa, Mi?" Sepertinya, tahun ini dia benar-benar berniat untuk ikut berpuasa. 


Coba deh Teman-teman pikir gimana sih perasaan seorang ibu mendapatkan pertanyaan seperti itu dari anak bungsunya? Senang tentunya, ya. Namun, di antara kesenangan itu, terselip rasa khawatir apakah si bungsu bisa melakukannya. Ah, dasar, ternyata emaknya yang belum sepenuh hati siap akan kenyataan itu.


Setelah menenangkan diri, akhirnya saya sadar bahwa si bungsu bukan lagi anak seperti tahun kemarin. Tahun ini saya harus mendukung keinginannya itu. Hitung-hitung mempersiapkan agar si bungsu benar-benar mampu berpuasa seperti kedua saudaranya.


Oleh karena itu, saya sebagai orang tua harus mempersiapkan semua itu. Misalnya, mempersiapkan mental anak-anak untuk bisa berpuasa dengan baik di tahun ini. Persiapan itu telah dilakukan sebelum Ramadan tiba.


Sehari sebelum berpuasa, mereka diajak melakukan perbekalan untuk sahur, misalnya belajar lauk, sayur, dan buah kesukaan mereka. Ya, saya mempersiapkan semuanya cukup untuk sahur saja juga habatussauda dan kurma sebagai suplemen.


Persiapan itu pun kami eksekusi di sahur pertama. Si bungsu yang tadinya agak susah untuk dibangunkan kali ini sedikit agak mudah. Meskipun mengantuk, dia tetap duduk di dekat saya dan mengunyah makanannya. 


Setelah salat Subuh, matanya tidak bisa ditahan. Padahal  saya sudah mewanti-wanti untuk tetap terjaga setelah subuh. Ya, namanya ngantuk sulit banget dihindari, ya. Akhirnya dia pun tertidur sampai pukul 10 pagi. Wah, lama banget, ya.


Selama berpuasa sampai siang si bungsu masih ceria. Ada sesekali dia ingin makan camilan, lalu buru-buru teringat bahwa dia sedang berpuasa. Akhirnya, dia tetap melanjutkan  puasa.


Siang harinya, dia tertidur lagi Mungkin lemas dan berusaha menahan lapar dan haus, ya. Saya ikut merasakan hal itu juga kok, bukan si bungsu saja. Apalagi hari itu terasa sangat panas. Rasa haus begitu terasa saat itu. 


Senang banget loh ketika si bungsu sudah melewati lebih dari separuh waktu berpuasa. Namun, saat sore harinya, tepatnya jam 16.30, dia terbangun dan mengeluh sakit perut dan pusing sambil menangis di kasur.


Saya sedikit panik mendengar penuturannya, tetapi mencoba untuk menenangkan diri sendiri. Sejam lebih lagi waktu berbuka tiba, tetapi keluhan itu terus diutarakannya. Lalu, saya tanyakan kepadanya apakah dia ingin membatalkan puasa. 


Akhirnya, si bungsu memutuskan untuk membatalkan puasanya. Sayang banget, ya, tapi mau gimana lagi. Saya pikir si bungsu juga baru belajar. Lalu, saya katakan padanya.

"Adek hebat sudah bertahan sampai jam segini. Besok kita puasa sampai azan, ya. Pasti Adek bisa." Si bungsu mengangguk. 


Hari kedua dan seterusnya, si bungsu berhasil meskipun drama mewek ada. Namun, saya tetap tidak memaksakan kehendak bila memang dia tidak sanggup berpuasa. Saya hanya berharap tahun ini si bungsu dan kedua saudaranya bisa berpuasa dengan baik sampai Syawal tiba.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Terima kasih telah berkunjung. Silakan berikan pendapatmu disini ya ^^

Surat Cintaku Untukmu, Wahai Diri

  Foto oleh John-Mark/pexels.com Untukmu diriku di Bumi Allah Dear diriku, Apa kabarmu, wahai diriku? Apakah kau masih setia kepadaku? Apaka...